Syarah Mandzumah Al Baiquniyyah : Ciri / Kriteria Hadits Dhaif Lemah, Sebab Hadits jadi Lemah.
Hadits Dhaif (Lemah)
Matan Mandzhumah al-Baiquniyyah:
٦ – وَكُلُّ مَا عَنْ رُتْبَةِ الْحُسْنِ قَصُرْ … فَهْوَ الضَّعِيفُ وَهْوَ أَقْسَاماً كَثُرْ
Dan setiap (hadits) yang tidak sampai pada derajat hasan…maka itu adalah dhaif yang macam (penyebabnya) banyak
Penjelasan:
Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah mengisyaratkan bahwa hadits dhaif itu adalah hadits yang tidak sampai pada derajat hasan. Hadits dhaif adalah hadits yang tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
Beberapa penyebab suatu hadits lemah, adalah:
- Terputusnya sanad, seperti munqothi’, mursal, mu’dhol, dan mu’allaq
- Status perawi yang lemah, bisa jadi karena tidak kokoh hafalan atau tulisan (tidak dhobith), atau bisa jadi karena tidak memenuhi kriteria keadilan. Atau perawi tidak dikenal. Bisa pula perawi yang mudallis pada riwayat mu’an-‘an.
- Menyelisihi riwayat yang lebih shahih: syadz atau munkar
- Memiliki illat qodihah (penyakit yang tercela)
- Al-Imam al-Baiquniy menjelaskan bahwa sebab-sebab kelemahan suatu hadits banyak. Akan disebutkan beberapa macam istilah yang menjadi indikasi kelemahannya pada bait-bait selanjutnya.
Baca juga : DEFINISI HADITS HASAN
_______________________________
- Dha'if muhtamal, yaitu bisa ditahan (diterima) atau ringan bukan dhaif yang berat. Hal ini terjadi tatkala ada hadits semisalnya yang membantu tertutupnya kedhaifan hadits tersebut dan terangkat menjadi hadits Hasan Lighairihi.
- Dha'if syadid, yaitu dhaif yang sangat berat, yaitu ketika ada hadits lain yang semisalnya tetap tidak tertutup kedhaifan hadits tersebut dan TIDAK terangkat derajatnya menjadi hadits Hasan Lighairihi.
Tidak boleh menukil hadits dhaif kecuali...
Tidak boleh menukil atau menyampaikan hadits dhaif kecuali disertai penjelasan tentang kedhaifannya. Karena orang yang menukil hadits dhaif tanpa tanpa menjelaskan kedhaifannya, termasuk orang yang berdusta atas nama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana sabdai Rasulullah :
"Barangsiapa yang menyampaikan hadits dariku dan ia tahu adalah dusta maka ia termasuk salah seorang pendusta"
مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ
"Barangsiapa yang menyampaikan hadits dariku dan ia tahu adalah dusta maka ia termasuk salah seorang pendusta"
Berkata al-Imam an-Nawawi ketika mensyarah hadits ini : "Bagaimana tidak dikatakan pendusta, sedangkan ia mengabarkan sesuatu yang tidak pernah terjadi"
Dengan demikian tidak diperbolehkan meriwayatkan hadits dhaif kecuali satu syarat, yaitu dengan disertai penjelasan kedhaifan hadits tersebut. Misalnya dengan mengatakan "Diriwayatkan dari Nabi seperti ini.... dan hadits ini adalah dhaif".
Sebagian ulama mengecualikan dan membolehkan meriwayatkan hadits dhaif dalam masalah at-Targhib wa Tarhib (anjuran dan ancaman). Mereka membolehkan meriwayatkan hadits dhaif dengan empat syarat :
- Hadits tersebut dalam masalah taghib dan tarhib
- Kedhaifannya tidak berat. Jika kedhaifannya terlalu berat maka tidak boleh meriwayatkannya meskipun dalam masalah targhib dan tarhib.
- Ada asalnya dalam syariat. Contohnya, datang kepada kita hadits yang mendorong untuk birrul walidain (berbakti kepada orang tua), hadits lain menganjurkan shalat jamaah dan membaa al-Quran sedang hadits tadi seuanya dhaif. Akan tetapi ada asalnya yang tsabit dalam syariat tentang birrul walidain, shalat jamaah dan dalam membaca al-Qur'an.
- Tidak boleh meyakini bahwa hadits tersebut adalah ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena tidak boleh meyakini bahwa Nabi mengucapkan suatu hadits kecuali apabila hadits tersebut benar-benar shahih datangnya dari beliau.
KOMENTAR